Bumi Dan Lingkungan Adalah Tanggung Jawab Kita Bersama
:: PEJABAT EKSEKUTIF, LEGISLATIF, YUDIKATIF YANG KORUP HARUS DIADILI :: USUT DALANG SUAP PEMILIHAN DG BI :: DUKUNG KPK SELIDIKI ANGGOTA DPR YANG MENDAPAT SUAP PEMILIHAN DG BI :: ::
Photobucket
Visi Kesehatan

Senin, 23 November 2009

Es Menghilang Dari Kutub Selatan Lebih Cepat


Lapisan es di Bagian Timur Kutub Selatan, yang pernah dipandang sebagian besar tak terpengaruh oleh pemanasan global, telah kehilangan miliaran ton esnya sejak 2006 dan dapat mendorong kenaikan permukaan air laut pada masa depan, demikian hasil satu studi baru.

Studi tersebut, yang diterbitkan Nature Geoscience, Minggu, memperlihatkan lapisan es yang lebih kecil tapi kurang stabil di Antartika Barat juga kehilangan sangat banyak massanya.

Para ilmuwan khawatir bahwa naiknya temperatur global dapat menyulut perpecahan cepat Antartika Barat, yang menyimpan air beku untuk mendorong permukaan samudra global setinggi lima meter.

Pada 2007, Panel Antar-Pemerintah PBB bagi perubahan Iklim (IPCC) meramalkan permukaan air laut akan naik 18 sampai 59 centimeter paling lambat pada 2100, tapi perkiraan itu tidak memasukkan dampak lapisan es yang mulai retak di Greenland dan Antartika.

Hari ini, banyak ilmuwan yang sama mengatakan sekalipun buangan CO2, yang memerangkap panas, dibatasi, permukaan air samudra lebih mungkin untuk naik sekitar hampir satu meter, cukup untuk membuat beberapa negara pulau kecil tak dapat dihuni dan merusak delta subur yang menjadi habitat ratusan jutaan makhluk.

Lebih dari 190 negara berkumpul di Copenhagen, Desember, guna merancang kesepakatan perubahan iklim guna mengekang gas rumah kaca dan membantu negara miskin menanggulangi konsekuensinya.

Pengajar University of Texas Jianli Chen dan rekannya selama hampir tujuh tahun menganalisi interaksi lapisan es samudra di Antartika.

Data itu, yang mencakup masa hingga Januari 2009, dikumpulkan oleh dua satelit GRACE, yang mendeteksi arus massa di samudra dan wilayah kutub dengan mengukur perubahan di medan magnet Bumi.

Sejalan dengan temuan terdahulu yang dilandasi atas beragam metode, mereka mendapati bahwa Antartika Barat, rata-rata, menimbun sebanyak 132 miliar ton es ke dalam laut setiap tahun, memberi atau mengambil 26 miliar ton.

Mereka juga mendapati untuk pertama kali bahwa Antartika Timur, di wilayah Bagian Timur Belahan Bumi di benua tersebut, juga kehilangan massa, kebanyak di wilayah pantai, dengan luas wilayah sekitar 57 miliar ton per tahun.

Margin atau kesalahan tersebut, mereka memperingatkan, hampir sama besar dengan perkiraan, yang berarti hilangnya es dapat sedikit lebih kecil dari beberapa miliar ton atau lebih dari 100 miliar ton.

Setakat ini, para ilmuwan telah memperkirakan bahwa Antartika Timur "seimbang", yang berarti itu menimbun sama banyaknya massa dan melepaskannya juga, barangkali malah lebih banyak.

"Dengan demikian, bertambah-cepatnya menghilangnya es dalam beberapa tahun belakangan di seluruh benua tersebut dapat diketahui," demikian kesimpulan para penulis tersebut sebagaimana dilaporkan kantor berita Prancis, AFP. "Antartika mungkin segera memberi sumbangan jauh lebih besar pada kenaikan permukaan air laut global."

Satu studi lain yang disiarkan pekan lalu di jurnal Nature melaporkan gambaran yang sudah berubah bagi temperatur Antartika selama masa hangat, "antar-gletser" seperti yang telah terjadi rata-rata setiap 100.000 tahun.

Selama masa itu, yang mencapai puncaknya 128.000 tahun lalu, menyebut Priode Eemia, temperatur di wilayah itu barangkali enam derajat Celsius lebih tinggi hari ini, yaitu sebanyak 3 derajat Celsius di atas perkiraan sebelumnya, kata studi tersebut.

Temuan itu menunjukkan wilayah tersebut mungkin lebih sensitif dibandingkan dengan yang diperkirakan para ilmuwan mengenai konsentrasi gas rumah kaca dalam suasana yang rata-rata sama dengan tingkat saat ini.

Selama Periode Eemia, permukaan air laut lebih tinggi lima-sampai-tujuh meter dibandingkan dengan hari ini.(sumber antaranews.com)

Jumat, 13 November 2009

Aktivis Greenpeace di Jadikan Tersangka


Pekanbaru (ANTARA) - Sebanyak 21 orang aktivis Greenpeace asal Indonesia ditetapkan Polisi sebagai tersangka sebagai buntut aksi penyegelan alat berat milik PT Riau Andalan Pulp and Papers (RAPP) di Semenanjung Kampar, Riau.

Pernyataan itu disampaikan oleh kuasa hukum Greenpeace, Susilaningtias SH, ketika berada di Mapolres Pelalawan, Jumat.

"Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), 21 aktivis lingkungan hidup itu telah ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian," kata Susilaningtias kepada ANTARA.

Ke- 21 aktivis yang ditetapkan jadi tersangka itu adalah sebagian dari 33 orang jumlah aktivis Greenpeace yang diamankan di Mapolres Pelalawan setelah para pegiat lingkungan itu menyegel alat berat RAPP di hutan rawa gambut Semenanjung Kampar, Kabupaten Pelalawan, Kamis.

Dari 33 orang aktivis Greenpeace itu, terdapat 11 orang diantaranya merupakan warga negara asing yang berasal dari Brazil, Jerman, Spanyol, Thailand, dan Filipina dan turut diamankan serta bermalam di Mapolres Pelalawan.

Namun Polisi belum menentukan status warga negara asing itu dan mereka hanya menjalani pemeriksaan biasa.

Untuk sementara waktu, aktivis yang telah ditetapkan sebagai tersangka itu belum ditahan dan hingga kini semua penggiat lingkungan itu masih berada di Aula Mapolres Pelalawan.

Pasal yang disangkakan Polisi terhadap 21 aktivis asal Indonesia itu adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 335 mengenai perbuatan tidak menyenangkan dan Pasal 551 tentang larangan masuk areal perusahaan tanpa izin.

"Mereka dikenakan pasal 335 dan 551 dan yang melaporkan ke Polisi adalah pekerja RAPP," kata kuasa hukum Greenpeace.

Sebelumnya Kapolres Pelalawan, AKBP Ari Rachman, membantah pihaknya telah melakukan penahanan terhadap puluhan aktivis Greenpeace ketika terjadi aksi penyegelan alat berat di area konsesi RAPP.

"Polisi bukan melakukan penangkapan, melainkan melakukan pengamanan karena adanya informasi penolakan terhadap aktivitas Greenpeace oleh masyarakat yang dikirim melalui surat ke Gubernur, (Rusli Zainal, red) Polda Riau dan juga ke Polres Pelalawan," katanya.

Polisi membubarkan aksi Greenpeace di hutan lahan gambut berkedalaman 11 meter di Semenanjung Kampar yang berada di Kecamatan Teluk Meranti, Pelalawan, Kami, (12/11) sekitar pukul 17.30 WIB.

"Kami khawatir terjadi bentrok dengan masyarakat karena di lokasi kejadian sudah berdatangan kelompok warga yang menolak aksi Greenpeace yang menyegel alat berat," ujar Ari.


Selasa, 03 November 2009

Harapan Pada Banjir Kanal Timur


Penelusuran pembangunan proyek Banjir Kanal Timur



Jakarta-BKI : Desember 2009, sedianya proyek pembangunan Banjir Kanal Timur ini akan rampung. Pembangunan ini adalah salah satu wujud solusi agar Ibukota dapat terbebas dari bencana banjir, dimana hampir setiap tahun bisa dibilang Jakarta adalah langganan banjir.

Dipastikan juga, bahwa akhir desember 2009 proyek BKT ini sudah akan tembus ke laut, harapannya semoga cita-cita luhur ini tidak menyimpang dari rencana. Karena sudah bukan rahasia umum lagi, jika ada pembangunan-pembangunan di Ibukota ini, akan selalu terjadi penyimpangan.

Terlepas dari belum diselesaikannya pembebasan tanah warga sekitar proyek BKT, adalah masyarakat Jakarta berharap banyak dengan adanya proyek pembangunan BKT. Saluran air yang terencana serta tertata apik, akan menjadikan Ibu Kota mampu menjadi sebuah pusat kota layak huni.

Penelusuran BKI menunjukkan pembangunan ini seperti di kebut, dan dikhawatirkan, proyek kejar tayang ini akan menghilangkan sendi-sendi kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Dan sekarang sudah memasuki bulan-bulan di akhir tahun, semoga dalam waktu yang tinggal kurang dua bulan dari targetan proyek ini mampu di finalisasi.(anh)




Freelance Jobs