Bumi Dan Lingkungan Adalah Tanggung Jawab Kita Bersama
:: PEJABAT EKSEKUTIF, LEGISLATIF, YUDIKATIF YANG KORUP HARUS DIADILI :: USUT DALANG SUAP PEMILIHAN DG BI :: DUKUNG KPK SELIDIKI ANGGOTA DPR YANG MENDAPAT SUAP PEMILIHAN DG BI :: ::
Photobucket
Visi Kesehatan

Minggu, 21 Desember 2008

THE WORLD IS WATCHING


Hutan Indonesia Menjelang Kepunahan

Indonesia memiliki 10% hutan tropis dunia yang masih tersisa. Hutan Indonesia memiliki 12% dari jumlah spesies binatang menyusui/mamalia, pemilik 16% spesies binatang reptil dan ampibi, 1.519 spesies burung dan 25% dari spesies ikan dunia. Sebagian dianataranya adalah endemik atau hanya dapat ditemui di daerah tersebut.

Luas hutan alam asli Indonesia menyusut dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan. Hingga saat ini, Indonesia telah kehilangan hutan aslinya sebesar 72 persen [World Resource Institute, 1997]. Penebangan hutan Indonesia yang tidak terkendali selama puluhan tahun dan menyebabkan terjadinya penyusutan hutan tropis secara besar-besaran. Laju kerusakan hutan periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta hektar per tahun, sedangkan pada periode 1997-2000 menjadi 3,8 juta hektar per tahun. Ini menjadikan Indonesia merupakan salah satu tempat dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia. Di Indonesia berdasarkan hasil penafsiran citra landsat tahun 2000 terdapat 101,73 juta hektar hutan dan lahan rusak, diantaranya seluas 59,62 juta hektar berada dalam kawasan hutan. [Badan Planologi Dephut, 2003].

Pada abad ke-16 sampai pertengahan abad ke-18, hutan alam di Jawa diperkirakan masih sekitar 9 juta hektar. Pada akhir tahun 1980-an, tutupan hutan alam di Jawa hanya tinggal 0,97 juta hektar atau 7 persen dari luas total Pulau Jawa. Saat ini, penutupan lahan di pulau Jawa oleh pohon tinggal 4 %. Pulau Jawa sejak tahun 1995 telah mengalami defisit air sebanyak 32,3 miliar meter kubik setiap tahunnya.

Dampak Kerusakan Hutan

Dengan semakin berkurangnya tutupan hutan Indonesia, maka sebagian besar kawasan Indonesia telah menjadi kawasan yang rentan terhadap bencana, baik bencana kekeringan, banjir maupun tanah longsor. Sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2003, tercatat telah terjadi 647 kejadian bencana di Indonesia dengan 2022 korban jiwa dan kerugian milyaran rupiah, dimana 85% dari bencana tersebut merupakan bencana banjir dan longsor yang diakibatkan kerusakan hutan [Bakornas Penanggulangan Bencana, 2003].

Selain itu, Indonesia juga akan kehilangan beragam hewan dan tumbuhan yang selama ini menjadi kebanggaan bangsa Indonesia. Sementara itu, hutan Indonesia selama ini merupakan sumber kehidupan bagi sebagian rakyat Indonesia. Hutan merupakan tempat penyedia makanan, penyedia obat-obatan serta menjadi tempat hidup bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Dengan hilangnya hutan di Indonesia, menyebabkan mereka kehilangan sumber makanan dan obat-obatan. Seiring dengan meningkatnya kerusakan hutan Indonesia, menunjukkan semakin tingginya tingkat kemiskinan rakyat Indonesia, dan sebagian masyarakat miskin di Indonesia hidup berdampingan dengan hutan.

Apa hanya itu?

Hutan Indonesia juga merupakan paru-paru dunia, yang dapat menyerap karbon dan menyediakan oksigen bagi kehidupan di muka bumi ini.

Fungsi hutan sebagai penyimpan air tanah juga akan terganggu akibat terjadinya pengrusakan hutan yang terus-menerus. Hal ini akan berdampak pada semakin seringnya terjadi kekeringan di musim kemarau dan banjir serta tanah longsor di musim penghujan. Pada akhirnya, hal ini akan berdampak serius terhadap kondisi perekonomian masyarakat.

Mengapa Hutan Kita Rusak?

Industri perkayuan di Indonesia memiliki kapasitas produksi sangat tinggi dibanding ketersediaan kayu. Pengusaha kayu melakukan penebangan tak terkendali dan merusak, pengusaha perkebunan membuka perkebunan yang sangat luas, serta pengusaha pertambangan membuka kawasan-kawasan hutan.

Sementara itu rakyat digusur dan dipinggirkan dalam pengelolaan hutan yang mengakibatkan rakyat tak lagi punya akses terhadap hutan mereka.

Dan hal ini juga diperparah dengan kondisi pemerintahan yang korup, dimana hutan dianggap sebagai sumber uang dan dapat dikuras habis untuk kepentingan pribadi dan kelompok.

Bagaimana itu terjadi?

Penebangan hutan di Indonesia yang tak terkendali telah dimulai sejak akhir tahun 1960-an, yang dikenal dengan banjir-kap, dimana orang melakukan penebangan kayu secara manual. Penebangan hutan skala besar dimulai pada tahun 1970. Dan dilanjutkan dengan dikeluarkannya ijin-ijin pengusahaan hutan tanaman industri di tahun 1990, yang melakukan tebang habis (land clearing).

Selain itu, areal hutan juga dialihkan fungsinya menjadi kawasan perkebunan skala besar yang juga melakukan pembabatan hutan secara menyeluruh, menjadi kawasan transmigrasi dan juga menjadi kawasan pengembangan perkotaan.

Di tahun 1999, setelah otonomi dimulai, pemerintah daerah membagi-bagikan kawasan hutannya kepada pengusaha daerah dalam bentuk hak pengusahaan skala kecil. Di saat yang sama juga terjadi peningkatan aktivitas penebangan hutan tanpa ijin yang tak terkendali oleh kelompok masyarakat yang dibiayai pemodal (cukong) yang dilindungi oleh aparat pemerintah dan keamanan.

Upaya Yang Dilakukan

Pemerintah Indonesia melalui keputusan bersama Departemen Kehutanan dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan sejak tahun 2001 telah mengeluarkan larangan ekspor kayu bulat (log) dan bahan baku serpih. Dan di tahun 2003, Departemen Kehutanan telah menurunkan jatah tebang tahunan (jumlah yang boleh ditebang oleh pengusaha hutan) menjadi 6,8 juta meter kubik setahun dan akan diturunkan lagi di tahun 2004 menjadi 5,7 juta meter kubik setahun.

Pemerintah juga telah membentuk Badan Revitalisasi Industri Kehutanan (BRIK) yang bertugas untuk melakukan penyesuaian produksi industri kehutanan dengan ketersediaan bahan baku dari hutan.

Selain itu, Pemerintah juga telah berkomitmen untuk melakukan pemberantasan illegal logging dan juga melakukan rehabilitasi hutan melalui Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) yang diharapkan di tahun 2008 akan dihutankan kembali areal seluas tiga juta hektar.

Hasil Yang Diperoleh

Sayangnya Pemerintah masih menjalankan itu semua sebagai sebuah ucapan belaka tanpa adanya sebuah realisasi di lapangan. Hingga tahun 2002 masih dilakukan ekspor kayu bulat yang menunjukkan adanya pelanggaran dari kebijakan pemerintah sendiri. Dan pemerintah masih akan memberikan ijin pengusahaan hutan alam dan hutan tanaman seluas 900-an ribu hektar kepada pengusaha melalui pelelangan. Pemerintah juga belum memiliki perencanaan menyeluruh untuk memperbaiki kerusakan hutan melalui rehabilitasi, namun kegiatan tersebut dipaksakan untuk dilaksanakan, yang tentunya akan mengakibatkan terjadinya salah sasaran dan kemungkinan terjadinya kegagalan dalam pelaksanaan.

Hal yang terpenting dan belum dilakukan pemerintah saat ini adalah menutup industri perkayuan Indonesia yang memiliki banyak utang. Pemerintah juga belum menyesuaikan produksi industri dengan kemampuan penyediaan bahan baku kayu bagi industri oleh hutan. Hal ini dapat mengakibatkan kegiatan penebangan hutan tanpa ijin akan terus berlangsung.

Dan dengan hanya menurunkan jatah tebang tahunan, maka kita masih belum bisa membedakan mana kayu yang sah dan yang tidak sah. Bila saja pemerintah untuk sementara waktu menghentikan pemberian jatah tebang, maka dapat dipastikan bahwa semua kayu yang keluar dari hutan adalah kayu yang tidak sah atau illegal, sehingga penegakan hukum bisa dilakukan.

Apa yang seharusnya dilakukan?

Untuk menghentikan kerusakan hutan di Indonesia, maka pemerintah harus mulai serius untuk tidak lagi mengeluarkan ijin-ijin baru pengusahaan hutan, pemanfaatan kayu maupun perkebunan, serta melakukan penegakan hukum terhadap pelaku ekspor kayu bulat dan bahan baku serpih. Pemerintah juga harus melakukan uji menyeluruh terhadap kinerja industri kehutanan dan melakukan penegakan hukum bagi industri yang bermasalah. Setelah tahapan ini, perlu dilakukan penataan kembali kawasan hutan yang rusak dan juga menangani dampak sosial akibat penghentian penebangan hutan, misalkan dengan mempekerjakan pekerja industri kehutanan dalam proyek penanaman pohon.

Kemudian, bila telah tertata kembali sistem pengelolaan hutan, maka pemberian ijin penebangan kayu hanya pada hutan tanaman atau hutan yang dikelola berbasiskan masyarakat lokal.
Selama penghentian sementara [moratorium] dijalankan, industri-industri kayu tetap dapat jalan dengan cara mengimpor bahan baku kayu. Untuk memudahkan pengawasan tersebut, maka jenis kayu yang diimpor haruslah berbeda dengan jenis kayu yang ada di Indonesia.

Dan yang terpenting adalah mengembalikan kedaulatan rakyat dalam pengelolaan hutan, karena rakyat Indonesia sejak lama telah mampu mengelola hutan Indonesia.

Dapatkah individu membantu?

Ya, dengan melakukan lobby, menulis surat ataupun melakukan tekanan kepada pemerintah agar serius menjaga hutan Indonesia yang tersisa. Selain itu, lakukan pengawasan terhadap peredaran kayu di wilayah terdekat, dan berikan laporan kepada Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) terdekat ataupun lembaga non pemerintah lainnya dan kepada instansi penegak hukum, serta media massa, bila menemukan terjadinya peredaran kayu tanpa ijin maupun kegiatan pengrusakan hutan.

Dan mulailah menanam pohon untuk kebutuhan kayu keluarga di masa datang, memanfaatkan kayu dengan bijak dan tidak lagi membeli kayu-kayu hasil penebangan yang merusak hutan.

crop on www.walhi.or.id

Bangunan Hemat Energi: Rancangan Pasif dan Aktif

Penipisan cadangan minyak nasional akan menempatkan Indonesia sebagai negara pengimpor sumber daya energi ini dalam waktu dekat. Salah satu sektor penting yang sangat berpengaruh terhadap penggunaan bahan bakar minyak adalah bangunan, umumnya mengonsumsi BBM dalam bentuk energi listrik sekitar 30-60 persen dari total konsumsi BBM di suatu negara.

Untuk kawasan tropis, penggunaan energi bahan bakar minyak (BBM) dan listrik umumnya lebih rendah dibandingkan dengan negara di kawasan sub- tropis yang dapat mencapai 60 persen dari total konsumsi energi. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan pemanas ruang di sebagian besar bangunan saat musim dingin. Sementara di kawasan tropis, pendingin ruang (AC) hanya digunakan sejumlah kecil bangunan. Meskipun demikian, penghematan energi di sektor bangunan di wilayah tropis semacam Indonesia tetap akan memberikan kontribusi besar terhadap penurunan konsumsi energi secara nasional.

Bangunan merupakan penyaring faktor alamiah penyebab ketidaknyamanan, seperti hujan, terik matahari, angin kencang, dan udara panas tropis, agar tidak masuk ke dalam bangunan. Udara luar yang panas dimodifikasi bangunan dengan bantuan AC menjadi udara dingin. Dalam hal ini dibutuhkan energi listrik untuk menggerakkan mesin AC. Demikian juga halnya bagi penerangan malam hari atau ketika langit mendung, diperlukan energi listrik untuk lampu penerang.

Penghematan energi melalui rancangan bangunan mengarah pada penghematan penggunaan listrik, baik bagi pendinginan udara, penerangan buatan, maupun peralatan listrik lain. Dengan strategi perancangan tertentu, bangunan dapat memodifikasi iklim luar yang tidak nyaman menjadi iklim ruang yang nyaman tanpa banyak mengonsumsi energi listrik. Kebutuhan energi per kapita dan nasional dapat ditekan jika secara nasional bangunan dirancang dengan konsep hemat energi.

Para arsitek di Barat memulai langkah merancang bangunan hemat energi sejak krisis energi tahun 1973, sementara hingga kini-30 tahun sejak krisis energi di negara Barat-belum juga muncul pemikiran ke arah itu di kalangan arsitek Indonesia.

Rancangan pasif

Perancangan bangunan hemat energi dapat dilakukan dengan dua cara: secara pasif dan aktif. Perancangan pasif merupakan cara penghematan energi melalui pemanfaatan energi matahari secara pasif, yaitu tanpa mengonversikan energi matahari menjadi energi listrik. Rancangan pasif lebih mengandalkan kemampuan arsitek bagaimana rancangan bangunan dengan sendirinya mampu “mengantisipasi” permasalahan iklim luar.

Perancangan pasif di wilayah tropis basah seperti Indonesia umumnya dilakukan untuk mengupayakan bagaimana pemanasan bangunan karena radiasi matahari dapat dicegah, tanpa harus mengorbankan kebutuhan penerangan alami. Sinar matahari yang terdiri atas cahaya dan panas hanya akan dimanfaatkan komponen cahayanya dan menepis panasnya.

Strategi perancangan bangunan secara pasif di Indonesia bisa dijumpai terutama pada bangunan lama karya Silaban: Masjid Istiqal dan Bank Indonesia; karya Sujudi: Kedutaan Prancis di Jakarta dan Gedung Departemen Pendidikan Nasional Pusat; serta sebagian besar bangunan kolonial karya arsitek-arsitek Belanda. Meskipun demikian, beberapa bangunan modern di Jakarta juga tampak diselesaikan dengan konsep perancangan pasif, seperti halnya Gedung S Widjojo dan Wisma Dharmala Sakti, keduanya terletak di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta.

Rancangan aktif: solar sel

Dalam rancangan aktif, energi matahari dikonversi menjadi energi listrik sel solar, kemudian energi listrik inilah yang digunakan memenuhi kebutuhan bangunan. Dalam perancangan secara aktif, secara simultan arsitek juga harus menerapkan strategi perancangan secara pasif. Tanpa penerapan strategi perancangan pasif, penggunaan energi dalam bangunan akan tetap tinggi apabila tingkat kenyamanan termal dan visual harus dicapai.

Strategi perancangan aktif dalam bangunan dengan sel solar belum dijumpai di Indonesia saat ini. Penggunaan sel solar masih terbatas pada kebutuhan terbatas bagi penerangan di desa-desa terpencil Indonesia.

Salah satu bangunan yang dianggap paling berhasil menerapkan teknik perancangan pasif dan aktif secara simultan dan sangat berhasil dalam mengeksploitasi penggunaan sel solar adalah bangunan paviliun Inggris (British pavillion). Bangunan ini dirancang Nicholas Grimshaw & Partner, arsitek yang juga merancang Waterloo International Railway Station yang menghubungkan Inggris dengan Perancis melalui jalur bawah laut. Paviliun Inggris ini dibangun di kompleks Expo 1992 di kota Seville, Spanyol, sebagai perwujudan hasil sayembara tahun 1989 yang dimenangi arsitek tersebut.

Bangunan ini dirancang dengan pertimbangan iklim setempat, yaitu temperatur udara musim panas saat Expo dilangsungkan dapat mencapai 45 derajat Celsius, serta meminimalkan penggunaan energi yang mengemisi karbondioksida.

Beberapa strategi rancangan yang digunakan mengantisipasi kondisi udara ini adalah pertama, menggunakan tabir air pada dinding timur yang berfungsi sebagai filter radiasi matahari pagi untuk pendingin bangunan tanpa menghilangkan potensi penerangan alami pagi hari. Tabir air dijatuhkan dari dinding bagian atas bangunan mengalir di seluruh dinding kaca sepanjang 65 meter ke kolam di dasar bangunan.

Aliran air sebagai tabir dinding kaca berfungsi untuk pendinginan permukaan kaca itu sendiri serta menurunkan temperatur lingkungan di sekitar bangunan secara evaporatif. Humidity udara pada kawasan ini relatif rendah, sekitar 50-70 persen.

Dinding kaca terbuat dari bahan yang 20 persennya merupakan komponen keramik dan berfungsi mengurangi panas matahari tanpa mengorbankan cahaya yang masuk ke dalam bangunan. Penggunaan tabir air pada dinding timur ini mampu menurunkan temperatur udara di dalamnya hingga 10 derajat Celsius.

Sisi barat dinding bangunan dilapis kontainer berisi air yang berfungsi sebagai penyerap panas matahari sore. Panas yang diserap kontainer mengurangi pemanasan bangunan siang dan sore hari. Selanjutnya kontainer akan menghangatkan bangunan pada malam hari (temperatur udara luar malam hari cenderung rendah di bawah batas nyaman). Air panas dalam kontainer ini juga dimanfaatkan bagi keperluan pengguna bangunan.

Dinding bangunan sisi selatan diberi lembaran semitransparan yang diperkuat dengan konstruksi baja. Selain sebagai elemen estetika yang mencitrakan layar kapal yang menjadi simbol kejayaan Inggris di laut, juga berfungsi mengurangi radiasi panas sisi selatan.

Sejumlah 1.040 panel sel solar di bagian atap bangunan yang - membentuk semacam deretan layar kapal dan mampu menghasilkan 46kW daya listrik digunakan untuk sebagian besar keperluan listrik bangunan. Konstruksi panel sel solar ini diletakkan sedemikian rupa sehingga dapat melindungi atap terhadap radiasi matahari dari sisi selatan. Paviliun Inggris ini menggunakan energi listrik sekitar 24 persen lebih rendah daripada energi yang seharusnya digunakan bangunan yang dirancang tanpa strategi semacam ini.

Langkah merancang bangunan hemat energi baik secara pasif maupun aktif seperti di atas perlu dicermati. Sudah waktunya para arsitek Indonesia memulainya. Jika dalam waktu dekat Indonesia menjadi negara pengimpor minyak neto dan harga BBM dan tarif listrik dalam negeri melambung, sebagian besar bangunan yang boros energi tidak lagi dapat berfungsi. Pemakai bangunan akan menemui kesulitan menanggung biaya listrik untuk lift, AC, pompa, dan peralatan lain, yang tinggi. Masih ada waktu untuk menghindari situasi buruk semacam ini dengan memulai merancang bangunan yang hemat energi, hemat listrik, sejak sekarang.

Written by Redaksi Infobangunan

Selasa, 16 Desember 2008

Hijaulah Indonesiaku



jika pohon terakhir telah ditebang....
jika sungai terakhir telah tercemar....
dan jika ikan terakhir telah ditangkap...
maka manusia akan sadar bahwa mereka tidak akan dapat makan uang

Kamis, 04 Desember 2008

AYoo Serius Bertindak Mengatasi Perubahan Iklim


Kampar, Riau Indonesia, Semenanjung Kampar, Riau, Indonesia. Greenpeace melakukan penilaian dan pemetaan di Semenanjung Kampar, menggunakan citra satelit dan foto udara, untuk mengembangkan rencana rehabilitasi di lahan gambut yang sudah mengalami degradasi dan dikeringkan oleh kelapa sawit dan perusahaan kertas. Semenanjung Kampar adalah kawasan lahan gambut terbesar di Riau dengan kedalaman gambut yang terdalam di Indonesia, saat ini lahan gambut di semenanjung kampar hampir punah karena perkebunan dan pembalakaan.

Beranikah kita menatap mata anak-anak kita dan mengakui: Bahwa kita punya kesempatan, tapi tak punya nyali untuk bertindak?Bahwa kita punya teknologi, tapi miskin visi?


Organisasi lingkungan global menandai pembukaan perundingan dengan memasang patung setinggi tiga meter (1) yang menggambarkan bumi berada dalam ambang kehancuran akibat ‘gelombang besar' CO2. Patung tentang ‘Planet Bumi: Titik Tak-Terpulihkan' atau tipping point, memperlihatkan planet yang rapuh terpuruk di bawah ‘gelombang' raksasa yang terbuat dari kayu dan batu bara. Patung Ini akan tetap berada disana sebagai pengingat para juru runding setiap hari bahwa taruhan mereka tidak boleh lebih tinggi.

"Dampak perubahan iklim ternyata melebihi perkiraan para ilmuan" ungkap Arief Wicaksono, Penasehat Politik Greenpeace Asia Tenggara, "Namun kepemimpinan dalam perundingan ini masih belum terlihat. Seperti halnya peserta lain, pemerintah Indonesia harus memahami kegentingan dari krisis dan serius untuk mengambil tindakan."

Tahun lalu, setelah para ilmuan merampungkan laporan yang mengejutkan(2) menggambarkan masa depan yang suram di bawah pengaruh perubahan iklim, pemerintah negara-negara peserta Konferensi Perubahan Iklim PBB di Bali berjanji untuk merampungkan perjanjian pada Desember 2009 di Kopenhagen untuk menyelamatkan iklim. Satu tahun berlalu, emisi gas rumah kaca akan terus meningkat dan lelehnya es baik di kutub selatan maupun utara telah melebihi skenario terburuk para ilmuan. Namun belum ada kemajuan yang jelas pada perundingan. Secara harafiah, jutaan kehidupan berada dalam resiko, bersama dengan konsekuensi kehancuran ekonomi dan kepunahan spesies.

Saat ini Indonesia kehilangan hutan lebih cepat dari negara pemilik hutan lainnya. Menurut FAO(2006) Sedikitnya Indonesia kehilangan 1.8 juta hektar pertahun, menempatkan Indonesia salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar. Sumber utama emisi rumah kaca Indonesia adalah penggundulan hutan dan pengeringan lahan gambut yang kaya akan karbon.

Pada bulan Juli 2008 di pertemuan G8 di Hokaido, Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono membuat komitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca di Indonesia dari penggundulan hutan pada tahun 2009. "enam bulan setelah komitmen Hokaido, kami melihat sedikit tindakan untuk mengurangi penggundulan hutan yang membabi buta ini. Kami mendesak Presiden Yudhoyono untuk segera menerapkan moratorium atas semua konversi hutan, termasuk perluasan perkebunan kelapa sawit, industri perkayuan dan hal lain yang mengarah pada penggundulan hutan," tambah Wicaksono.

"Delegasi Indonesia di Poznan harus melakukan tindakan yang bertanggung jawab dengan mendukung tata kelola hutan yang berkelanjutan dan rehabilitasi hutan, tidak hanya mengejar ‘dana kompensasi'yang hanya memberi keuntungan untuk industri perkayuan dan kelapa sawit, dan tidak melakukan apapun untuk menurunkan emisi" tegas wiicaksono

Greenpeace memperingatkan bahwa di Kopenhagen tahun depan perjanjian global harus dicapai untuk menyelamatkan iklim. Ini artinya kesepakatan yang memastikan emisi gas rumah kaca tertinggi pada tahun 2015, dan diturunkan secara dramatis.

Di Poznan, para pemerintah harus menyepakati:

  • "Visi Iklim' yang akan memenuhi ambang yang disepakati ilmu pengetahuan: Emisi global mencapai puncak pada tahun 2015
  • membuat rancangan perjanjian dan memulai perundingan pada bulan Maret
  • Rencana kerja yang detail untuk dirampungkan pada saat Kopenhagen pada Desember 2009 dan
  • Negara maju harus menyetujui target pengurangan gas rumah kaca hingga diatas batas 25-40%, seperti yang diidentifikasi oleh IPCC

Untuk memperlihatkan keseriusan mereka pada pengurangan emisi, Greenpeace mendesak pemerintah untuk mengambil langkah awal yang mudah dengan menerapkan moratorium segera atas seluruh konversi hutan, termasuk perluasan perkebunan kelapa sawit dan industri perkayuan serta hal lain yang menyebabkan penggundulan hutan. Sebagai anggota yang bertanggung jawab dari komunitas internasional, Indonesia perlu mengurangi emisinya yang berasal dari penggundulan hutan, dikombinasikan dengan menghentikan penggunaan batu bara, mendorong investasi energi terbarukan dan melakukan program efisiensi energi skala besar. (kutip dari greenpeace.com/seasia).

Freelance Jobs